Gejala Lambung Bocor -- Lambung merupakan organ penting dalam sistem pencernaan yang memiliki fungsi krusial dalam mengolah makanan yang dikonsumsi. Kebocoran pada lambung dapat timbul akibat berbagai faktor, termasuk trauma atau penyakit pencernaan tertentu.
Terjadinya lubang pada lambung dapat membawa risiko peritonitis, suatu kondisi peradangan pada selaput yang melapisi rongga perut. Hal ini dapat terjadi ketika bakteri, asam lambung, atau sisa makanan yang baru dicerna sebagian memasuki rongga perut.
Lambung bocor termasuk dalam kategori darurat medis yang memerlukan perawatan segera karena dapat mengancam nyawa penderitanya. Oleh karena itu, penting untuk dapat mengenali gejala lambung bocor.
Penyebab lambung bocor cukup beragam dan seringkali berhubungan dengan masalah pencernaan yang sudah ada sebelumnya. Berikut beberapa penyebab umum:
Lambung bocor dapat disebabkan karena adanya luka pada dinding lambung atau dikenal dengan tukak lambung. Tukak lambung ini disebabkan oleh infeksi bakteri H. Pylori.
Benda asing, seperti tusuk gigi, serpihan kaca, dan tulang ikan dapat membuat lambung luka apabila tertelan. Tidak hanya itu, bahan kimia dari produk pembersih rumah, dapat menyebabkan luka lambung apabila tertelan.
Cedera perut dapat menyebabkan lambung bocor. Cedera perut ini disebabkan karena tembakan, tusukan, atau benturan keras. Kondisi ini biasanya terjadi pada korban kecelakaan lalu lintas, kekerasan, dan penembakan.
Kanker lambung adalah salah satu kanker yang paling sering terjadi dan sangat berisiko menyebabkan lambung bocor.
Beberapa prosedur medis, seperti gastroskopi, gastrektomi, operasi bariatrik, dan operasi pengangkatan polip lambung juga berisiko menyebabkan lambung bocor.
Dikutip dari halodoc gejala kebocoran lambung dapat muncul secara tiba-tiba dan seringkali sangat menyakitkan. Beberapa gejala yang perlu diwaspadai meliputi:
Jika keadaan lambung bocor telah berkembang menjadi peritonitis, penderitanya akan mengalami nyeri perut yang intens. Nyeri tersebut umumnya bertambah parah saat daerah yang terkena disentuh atau diraba, serta saat bergerak.
Posisi berbaring diam biasanya dapat memberikan sedikit kelegaan dari rasa nyeri yang hebat. Perut juga mungkin tampak menonjol keluar dari bentuk biasanya dan terasa keras.
Dalam menangani kebocoran lambung, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan medis. Ini mencakup rontgen dada atau perut untuk memeriksa keberadaan udara di rongga perut.
Selain itu, dokter mungkin melakukan CT scan guna mendapatkan gambaran yang lebih terperinci. Tes darah juga diperlukan untuk:
Pada kebanyakan kasus, tindakan pembedahan diperlukan untuk menutup lubang pada lambung dan mengatasi keadaan lambung bocor.
Pembedahan bertujuan untuk memperbaiki masalah anatomi, mengatasi penyebab peritonitis, dan menghilangkan benda asing di rongga perut yang dapat menyebabkan masalah, seperti feses, empedu, dan makanan.
Namun, dalam beberapa kasus jarang, dokter mungkin memilih untuk tidak melakukan operasi dan hanya meresepkan antibiotik jika lubang tersebut dapat tertutup dengan sendirinya.
Lambung bocor membawa risiko serius yang dapat mengancam nyawa. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi seperti:
Selain itu, lambung bocor juga dapat menyebabkan kegagalan luka, di mana luka tidak dapat sembuh. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko ini melibatkan:
Terapi steroid atau penggunaan kortikosteroid, yang merupakan obat antiinflamasi untuk menekan sistem kekebalan tubuh.
Selain menghindari faktor risiko, mulai menjaga lambung tetap sehat dengan mengonsumsi makanan yang lembut, tinggi serat, dan kaya nutrisi. Salah satu contohnya adalah Nutriflakes, sereal tinggi serat alami yang diformulasikan khusus untuk membantu menjaga kesehatan pencernaan.
Nutriflakes mengandung bahan alami seperti umbi garut dan psyllium husk yang bisa membantu menetralkan asam lambung, mengurangi iritasi, dan mempercepat pemulihan saluran cerna. Sereal ini cocok dijadikan sarapan praktis untuk menjaga kesehatan lambung tanpa ribet.
Disclaimer Medis:
Informasi yang disajikan dalam artikel ini hanya bersifat edukasi umum dan tidak dimaksudkan sebagai pengganti nasihat medis profesional, diagnosis, atau pengobatan. Selalu konsultasikan dengan dokter atau penyedia layanan kesehatan lain yang berkualifikasi mengenai kondisi medis.